Di tengah persiapan haji tahun 2024, Kementerian Agama Republik Indonesia terjebak dalam pusaran komunikasi krisis. Isu pengalihan alokasi kuota tambahan haji khusus mencuat, menimbulkan kekhawatiran dan kemarahan publik. Kasus ini bermula dari pemberian tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jamaah oleh pemerintah Arab Saudi. Namun, dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pembagian kuota tersebut menimbulkan pertanyaan besar, terutama karena melanggar UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Reaksi publik yang cepat menyebar di dunia maya telah menciptakan gelombang sentimen negatif. Analisis data dari berbagai platform online menunjukkan isu ini telah menarik perhatian 1.800 pengguna internet, dengan sentimen negatif mencapai seratus persen pada medio Juli. Media sosial YouTube dan Twitter menjadi medan utama penyebaran opini negatif, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh isu ini terhadap persepsi masyarakat.
Langkah Strategis Mengatasi Komunikasi Krisis:
- Pahami konteks: Sebelum merespons krisis, penting bagi Kementerian Agama untuk memahami konteks secara menyeluruh.
Beberapa langkah yang dapat diambil:
-
- Analisis situasi: Identifikasi sumber krisis, dampaknya, dan pihak-pihak yang terlibat.
- Tim respons krisis: Bentuk tim yang terdiri dari ahli komunikasi, juru bicara, dan manajemen krisis.
- Pesan utama: Tetapkan pesan utama yang ingin disampaikan kepada publik.
- Transparan dan jujur: Transparansi dan kejujuran menjadi kunci penting dalam mengelola komunikasi krisis.
Beberapa langkah yang dapat diambil:
-
- Bertutur dengan keterbukaan: Gunakan bahasa yang jujur dan transparan. Jangan menyembunyikan informasi yang relevan.
- Respons cepat: Tanggapi krisis dengan cepat dan hindari kebuntuan informasi.
- Permintaan maaf: Meminta maaf bukan berarti kalah. Dalam komunikasi krisis, permintaan maaf bertujuan untuk mendinginkan situasi.
Beberapa langkah yang dapat diambil:
-
- Meminta maaf: Dilakukan melalui saluran resmi milik Kementerian Agama. Konteks meminta maaf di sini adalah karena kasus ini telah menimbulkan kegaduhan di publik.
- Klarifikasi: Diperlukan transparansi dalam menyampaikan klarifikasi. Dilakukan melalui saluran resmi milik Kementerian Agama.
- Gunakan gaya bahasa bertutur: Menyampaikan pesan utama yang sudah disepakati harus dilakukan dengan gaya bahasa bertutur dan mudah dimengerti publik.
Beberapa langkah yang dapat diambil:
-
- Humanisasi: Gunakan bahasa yang manusiawi dan empatik. Ceritakan pengalaman nyata dan dampaknya pada individu.
- Keterlibatan: Ajak publik berpartisipasi dengan bertanya, mengajukan pendapat, dan berbagi cerita.
Lantaran kasus ini sudah kadung menimbulkan kegaduhan di publik, Kementerian Agama tentu harus bisa mengembalikan reputasi yang sudah dibangun dengan susah payah selama ini. Evaluasi rutin dan perbaikan berkelanjutan, seperti mengimplementasikan teknologi untuk transparansi data dan melibatkan stakeholders dalam proses evaluasi, akan menjadi bukti komitmen Kementerian Agama dalam melayani publik dengan lebih baik dan menjaga kepercayaan masyarakat.***